Minggu, 13 November 2011

Nama : Dhinta Verdiana Marshativa
Nim/Kelas : 094284238/C
Jurusan : SI Pendidikan Sejarah 2009

1. Apakah beda antara kritik ekstern dan kritik intern? Terangkan cara-cara untuk membuktikan keduanya!
Jawab :
- Kritik Ektern
Kritik ekstern ditujukan untuk menjawab beberapa pertanyaan pokok berikut:
 Apakah sumber yang telah kita peroleh tersebut betul-betul sumber yang kita kehendaki
 Apakah sumber itu sesuai dengan aslinya atau tiruannya
 Apakah sumber tersebut masih utuh atau telah mengalami perubahan.
Inti dari Kritik Extern adalah penafsiran tanggal dokumen dan identifikasi berdasarkan hipotesis yang mungkin juga yang dimaksudkan pengarangnya. Kritik ekstern yang dimaksudkan untuk mengetahui keaslian sumber secara fisik
Cara membuktikannya :
Kritik eksternal atau pemilahan berdasarkan keaslian sumber. Untuk menentukan keaslian sumber, dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti melihat material sumber tersebut apakah sesuai dengan zamannya atau tidak, jika sesuai maka sumber tersebut kemungkinan besar merupakan sumber asli.
- Kritik Intern
Kritik internal ditujukan untuk menjawab pertanyaan:
 Apakah kesaksian yang diberikan oleh sumber itu memang dapat dipercaya. Untuk itu yang harus dilakukan adalah membandingkan kesaksian antar berbagai sumber (cross examination).
Kritik intern digunakan untuk mengetahui kredibilitas fakta (informasi) yang ada dalam sumber sejarah, apakah dapat dipercaya atau tidak.
Cara membuktikannnya :
Kritik internal atau pemilahan berdasarkan kredibilitas (tingkat kepercayaan). Pemilahan ini dapat dilakukan dengan menentukan kemauan dan kemampuan sumber dalam menyampaikan kebenaran. Jadi, dalam pemilahan kredibilitas harus dilihat dari kompetensi dan kejujuran sumber.

2. Gambarkan secara singkat mengajarkan teknik-teknik sejarah yang disampaikan oleh Loius Gatschalk (Bab VIII), kemudian komentari langkah tersebut menurut anda!
Jawab :
a. Pemilihan Subjek.
Seorang pemula dapat dengan mudah menemukan sesuatu subjek yang menarik minatnya dan subyek itu layak untuk diselidiki dengan menanyakan empat perangkat pertanyaan, yaitu :
a. Perangkat pertanyaan yang bersifat geografis. Yang menjadi focus adalah interogatif, yaitu dimana?.
b. Perangkat pertanyaan kedua bersifat biografis. Yang menjadi focus interogatif yaitu siapa?
c. Perangkat pertanyaan ketiga bersifat kronologis, yang menjadi focus interogatif adalah bilamana?
d. Perangkat pertanyaan yang keempat bersifat fungsional yang berkisar disekitar interogatif, Apa?
b. Pengumpulan Objek (sumber).
Berlainan dengan ahli antropologi yang berminat kepada masyarakat-masyarakat pra-aksara dasn ahli arkeologi yang berminat kepada artifact, maka sejarawan terutama menggunakan kesaksian yang terkandung di dalam dokumen-doumen tertulis. Dokumen-dokumen tertulis itu dapat dibagi atas kategori-kategori pokok seperti autobiuografi, surat, laporan surat kabar, laporan steno dari badan-badan legislatif dan yudikatif serta arsip-arsip dari instansi-instansi niaga, pemerintahdan sosial.
c. Mengedit sebuah dokumen
Suatu hal yang harus dihindari oleh sejarawan muda adalah pengutipan yang terlalu panjang dan terlalu sering. Sejarawan muda harus menempatkan dokumen itu pada latar belakang sejarah yang semestinya dan mampu menerangkan mengapa dokumen itu dianggap penting, otentik ataupun tidak otentik.
d. Ungkapan-ungkapan yang memperlihatkan proses-proses mental
Apa yang diinginkan pembaca dan apa yang diperolehnya adalah kesimpulan yang aman, pernyataan yang terjamin, dugaan yang masuk akal, ia berharap proses-proses mental pada diri pengarang tidak muncul. Jika perlu dapat diberikan referensi-referensi didalam catatan untuk memperlihatkan mengapa pernyataan tersebut diungkapkan secara singkat dan dibenarkan.
e. Masalah Autentisitas atau Kritik Ekstern.
Untuk menguji kesejatian suatu dokumen, sejarawan harus menggunakan ujian atau tes yang juga biasa digunakan didalam penyelidikan polisi dan kehakiman. Setelah menerka sebaik-baiknya tanggal pada dokumen, ia menyelidiki materi untuk mengetahui apakah tidak anakronistis. Sejarawan juga meneliti tinta untuk menemukan usianya atau komposisi kimianya yang anakronistis. Setelah menerka sebaik-baiknya siapa pengarang dari dokumen, ia berusaha untuk melakukan identifikasi terhadap tulisan tangan, tanda tangan, materai, jenis huruf atau watermark. Yang jelas merupakan bagian esensial daripada kritik ekstern, adalah penerkaan mengenai tanggal kira-kira pada dokumen dan suatu identifikasi yang menurut dugaan adalah pengarangnya. Setelah menetapkan sebuah teks autentik dan menemukan apa yang sungguh-sungguh hendak dikatakan oleh pengarang, maka sejarawan baru menetapkan apa yang menjadi kesaksian saksi.
f. Masalah Kredibilitas atau Kritik Intern.
Untuk menetapkan bahwa suatu sumber atau kesaksian itu kredibel maka seorang sejarawan harus mengajukan empat pertanyaan pokok, yaitu:
a. Apakah sumber terakhir dari detail itu (saksi primer) mampu untuk menyatakan kebenaran?
b. Apakah saksi primer mau menyatakan kebenaran?
c. Apakah saksi primer dilaporkan secara akurat mengenai detail yang sedang diuji?
d. Apakah ada terdapat pendukungan secara merdeka terhadap detail yang sedang diperiksa?
Kemampuan untuk menyatakan kebenaran paling tidak ditentukan oleh empat variable berikut:
a. Dekatnya saksi pada peristiwa, baik secara geografis maupun kronologis
b. Semua saksi sekalipun sama-sama dekat pada peristiwa, tetapi tidak sama kompeten sebagai saksi. Kompetensi tergantung kepada tingkatan keahlian, keadaan kesehatan mental dan fisik, usia, pendidikan, ingatan, keterampilan bercerita, dan sebagainya.
c. Tingkatan perhatian.
d. Egosentrisme.
- Langkah-langkah di atas menurut saya sangat penting bagi seorang peneliti sejarah karena Pemilihan subjek ini untuk diselidiki . Pengumpulan sumber-sumber informasi yang mungkin diperlukan untuk subjek tersebut dan juga Pegujian sumber-sumber tersebut untuk mengetahui sejati tidaknya. Serta untuk Pemetikan unsur-unsur yang dapat dipercaya daripada sumber-sumber (atau bagian dari sumber-sumber) yang terbukti sejati. Sintesa daripada sumber-sumber yang telah diperoleh secara itu adalah historiografi.

3. Bagaimanakah cara yang paling baik bagi sejarahwan untuk memberi sumbangan kepada usaha mengerti masyaraakat dan hubungannya dengan generalisasi sosiologi ( hal 184)? Berilah contoh-contoh pada kasus di Indonesia!
Jawab :
Sejarawan dalam memberikan sumbangan kepada usaha mengerti masyarakat yakni dengan jalan menemukan kontradiksi-kontradiksi dan perkecualian-perkecualian dalam generalisasi ilmu sosial. Sejarawan tidak hanya pencari data bagi ilmuan sosial, tetapi juga melakukan pengecekan terhadap validitas daripada pengertian atau konsep ilmu sosial bagi masa lampau. Sejarawan jangan sampai ragu-ragu membuat generalisasinya sendiri. Pengarang pada umumnya cenderung untuk dipengaruhi oleh iklim intelektual jamannya. Beberapa sejarawan menganggap apabila ada seorang sejarawan lain yang menyimpulkan generalisasi-generalisasi yang mempunyai validitas universil dan dapat diterapkan di masa depan maupun masa lampau maka ia telah melebihi wewenangnya dan terlalu jauh melewati perbatasan wilayah yang sah dari sejarah.
Contoh-contoh pada kasus di Indonesia : Reformasi pada 1998 berdampak pada kenaikan sembako yang berakibat pada kesejahteraan dan keamanan rakyat.

4. Coba terangkan intisari metode sejarah. Setelah itu buatlah proposal penelitian sejarah!
Jawab :
- Inti Sari Metode Sejarah
Intisari dari metode sejarah adalah pengumpulan objek, menyingkirkan bahan-bahan yang tidak otentik, menyimpulkan kesaksian dan menyusun kesaksian dalam bentuk historiografi. Disini juga ditegaskan mengenai sifat universal dari metode sejarah dan sejarah berhubungan dengan humaniora maupun ilmu-ilmu social lainnya. Kemudian penulis menawarkan tiga cara untuk mempelajari pencapaian manusia dalam konteks sejarah dengan membari ilustrasi contoh mengenai Shakespeare yaitu metode kritis analisis, histories subtantif dan sosial budaya.
Pada dasarnya inti sari metode sejarah sebagai berikut :
• Setelah menemukan dokumen, sejarawan harus menetapkan dual
• Apakah dokumen itu otentik,
• Bagian mana ynag otentik, hanya sebagian diantaranya atau banyak beberapa bagian.
• Berapa banyak bagian otentik ynag dapat di percaya.
- Proposal Penelitian Sejarah
Judul :
Tata Cara dan Arti Simbolik Upacara Pernikahan Adat Jawa
Bab I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Secara kodrati, manusia diciptakan berpasang-pasangan (Q.S. Ar-Ruum : 21) dengan harapkan mampu hidup berdampingan penuh rasa cinta dan kasih sayang. Dari sini tampak bahwa sampai kapan pun, manusia tidak mampu hidup seorang diri, tanpa bantuan dan kehadiran orang lain. Salah satu cara yang dipakai untuk melambangkan bersatunya dua insan yang berlainan jenis dan sah menurut agama dan hukum adalah pernikahan. Pernikahan adalah suatu rangkaian upacara yang dilakukan sepasang kekasih untuk menghalalkan semua perbuatan yang berhubungan dengan kehidupan suami-istri guna membentuk suatu keluarga dan meneruskan garis keturunan. Guna melakukan prosesi pernikahan, orang Jawa selalu mencari hari baik, maka perlu dimintakan pertimbangan dari ahli penghitungan hari baik berdasarkan patokan Primbon Jawa. Setelah ditemukan hari baik, maka sebulan sebelum akad nikah, secara fisik calon pengantin perempuan disiapkan untuk menjalani hidup pernikahan, dengan cara diurut perutnya dan diberi jamu oleh ahlinya. Hal ini dikenal dengan istilah diulik, yaitu pengurutan perut untuk menempatkan rahim dalam posisi yang tepat agar dalam persetubuhan pertama memperoleh keturunan, dan minum jamu Jawa agar tubuh ideal dan singset. Sebelum pernikahan dilakukan, ada beberapa prosesi yang harus dilakukan, baik oleh pihak laki-laki maupun perempuan. Masing-masing daerah mempunyai tata upacara pernikahannya sendiri-sendiri. Dalam bahasan ini, penulis akan mencoba mendeskripsikan tata upacara pernikahan adat Jawa.
B. Batasan Masalah
Batasan masalah bertujuan untuk membatasi kajian masalah yang akan diteliti agar pembahasan tidak terlalu luas serta terfokus pada tema yang diteliti. Penelitian ini difokuskan pada proses menuju pernikahan yang di tandai melalui beberapa kegiatan dan ciri-cirinya serta arti sematik dalam masing-masing kegiatan yang dilakukan menjelang pernikahan.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana tata cara pernikahan adat Jawa?
2. Apa arti simbolik pada setiap kegiatan upacara pernikahan adat Jawa?
3. Apa saja yang diperlukan dalam melakukan serangkaian upacara pernikahan adat jawa?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menjelaskan tatacara pernikahan adat Jawa
2. Mendiskripsikan arti simbolik pada setiap kegiatan upacara pernikahan adat Jawa.
3. Merumuskan bahan yang diperlukan dalam melakukan serangkaian upacara pernikahan adat jawa.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini merupakan sarana dalam pengembangan ilmu yang diperoleh di bangku kuliah dan menambah wawasan serta pengetahuan penulis tentang upacara pernikahan adat jawa dan arti simboliknya pada setiap kegiatan yang dilakukan. Dengan demikian manfaat dan kajian yang terdapat didalamnya diharapkan dapat menjadi suatu masukan informasi sesuai dengan topik yang diambil dimasa mendatang.
F. Metode Penelitian
Metode sejarah merupakan sarana bagi para sejarawan untuk melaksanakan penelitian dan penulisan sejarah. Sejarahwan mempunyai tugas meneliti dan menyusun sejarah.
Proses penelitian ini terdiri dari empat tahap yaitu heuristik yang merupakan proses mencari dan menemukan sumber-sumber yang diperlukan. Tahap kedua yaitu kritik merupakan suatu tahap untuk melakukan pengujian terhadap sumber-sumber yang digunakan sebagai langkah penyelidikan. Pada tahap ini peneliti melakukan pengujian terhadap keabsahan sumber, baik sumber primer, sekunder ataupun tersier denan cara menyelesi, menilai, dan memilah-milah untuk mendapatkan sumber yang relevan dengan tema yang diteliti. Selanjutnya peneliti membandingkan dengan penelitian-penelitian sebelumnya untuk mencari persamaan dan kesinambungan fakta, sehingga sumber-sumber yang diperoleh saling melengkapi.
Tahap ketiga yaitu interpretasi merupakan proses pengolahan data yang diperoleh penulis dalam melkukan seleksi terhadap data dengan mencari hubungan antara fakta yang ditemukan. Interpretasi dapat diperoleh dengan cara melakukan perbandingan dari fakta yang terkumpul untuk menetapkan serta memperoleh makna dari inti kajian yang akan dibahas.
Tahap keempat yaitu historiografi merupakan tahap akhir dari proses penyusunan penulisan skripsi. Historiografi merupakan suatu tahap untuk menyampaikan sintesa yang diperoleh serta telah melalui proses penyusunan menurut urutan secara kronologi kemudian disampaikan serta disajikan dalam bentuk tulisan dengan ketentuan penulisan dapat dipertanggung jawabkan secara konseptual eoritis dan metodologis menurut ilmu sejarah. Historiografi bertujuan untuk menciptakan kembali totalitas peristiwa masa lampau yang sesungguhnya terjadi. Melalui tahapan ini penulis berharap dapat menyajikan suatu tulisan sejarah yang baik dan ilmiah, sehingga penulis akan menggunakan metode penulisan sejarah analitis.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan Tata Cara dan Arti Simbolik Upacara Pernikahan Adat Jawa secara pokok sebagai berikut:
Bab 1 yaitu pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang Masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika Penelitian.
Bab II Membahas tentang tata cara pernikahan adat Jawa yang terdiri dari prosesi-prosesi dan tata cara dalam pelaksanaan pernikahan di daerah Jawa.
Bab III membahas tentang arti simbolik pada setiap kegiatan upacara pernikahan adat Jawa yang terdiri dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada waktu menjelang pernikahan.
Bab IV membahas tentang keperluan dalam melakukan serangkaian upacara pernikahan adat jawa yaitu terdiri dari bahan-bahan, alat-alat dan kegunaan masing-masingnya.

Jumat, 21 Oktober 2011

Metodologi Penelitian Sejarah

Nama :Dhinta Verdiana Marshativa
Nim/Kelas :094284238/C
Jurusan :Pendidikan Sejarah 2009

Masalah Otentisitas atau Kritik Exter

Masalah Otentisitas atau Kritik Extern
Masalah otentitas jarang dihadapi oleh ahli sosiologi, psikologi atau antropologi, yang pada umumnya mempunyai suatu subyek hidup dibawah pandangan matanya, yang dapat dilihat pada waktu ia menyusun otobiografinya dan dapat menginterogasinya mengenai hal-hal yang menimbulkan kesangsian. Sesungguhnya sering timbul masalah orientitas lebih sedikit terjadi mengenaai sumber-sumber tercetak, hal itu disebabkan karena biasanyaseorang editor yang terdidik telah melaksanakan tugas otentikasi

Dokumen yang palsu atau menyesatkan
Pemalsuan dokumen dalam keseluruhan atau sebagian,meskipun bukan merupakan suatu hal yang biasa,namun cukup sering terjadi,sehingga seorang sejarawan yang cermat harus senantiasa waspada terhadapnya.Dokumen sejarah dipalsu karena beberapa sebab,yang terkandang mereka pergunakan untuk mendukung suatu claim yang palsu.Contoh yang terkenal adalah donasi konstantinus yang pernah dipetik untuk mendukung teori bahwa para paus mempunyai claim territorial yang luas dibarat.Kadang –kadang pemalsuan didorong oleh motif yang tidak sebegitu mengejar keuntungan,yang terutama menjadi motif dari pembuatan “The protocols of the elders of zion”,suatu dokumen yabg berpretensi yang mengungkap suatu komplotan yahudi yang nekat menguasai dunia adalah propaganda politik.Kadang-kadang dokumen yang sejati sekali dimasukan untuk menyesatkan orang-orang sejaman tertentu dan karenanya telah menyesatkan sejarawan-sejarawan pada masa sesudahnya.Dengan demikian mungkin bagi kita untuk bersikap selalu skeptic mengenai sebuah dokumen yang boleh jadi sejati,meskipun bukan yang kita duga.
Sekali-sekali misrepresentasi mengenai sifat daripada karya-karya tercetak,merupakan akibat dari pada permainan editor. Kini masih menjadi bahan perdebatan,mana diantara sekian banyaknya karangan yang diangkat hasil karya Kardinal Richelieu dalam kenyataannya memang ditulis dan dinamakan Memories de jean
Situasi dari pada pemalsuan atau mispresentasi dari pada dokuen sejarah mungkin sering mengandung informasi politik,budaya,dan biografis yang penting,tapi tak mengenai peristiwa atau peristiwa yang sama,andaikata dokumen itu sejati.

Ujian bagi otentisitas
untuk membedakan satu tipuan atau suatu misrepresentasi dari sebuah dokumen sejati,sejarawan harus menggunakan ujian atau tes yang juga biasa digunakan dalam penelitian polisi atau kehakiman.Setelah menerka sebaikanya tanggal dari pada dokumen,ia menyelidiki materi untuk mengetahui apakah tidak anakronistis.setelah menerka sebaiknya pengarang dari pada dokumen berusaha melakukan identifikasiterhadap tulisan tangan,tanda tangan,materai,jenis huruf,atau watermark. Untuk beberapa periode di dalam sejarah, ahli-ahli yang mempergunakan teknik yang dikenal dengan sebutan paleografi dan diplomatic pertama kali oleh Mabilon. Pada abad ke-17.Referensi anakronis pada peristiwa (terlalu awal,terlalu akhir,jauh) atau penanggalan dokumun pada suatu waktu tatkala penganrang tidak mngkin hadir pada tempat yang dituju dapat membuka kedok kepalsuan, kandang-kadang pemalsu yang mengikuti sumber-sumber sajarah yang baik. secara terlalu cermat sehingga produknya menjadi suatu kopi yang terlalu menyolok pada bagian-bagian tertentu atau apabila dengan jalan penyaduran dan penambahan yang pandai ia cukup lihai untuk menghindarkan pemergokan secara itu, ia akan terbuka kedoknya oleh adanya dalam perteleaan yang dibuatnya segi-segi kecil dan detail yang tidal dikenal. Tetapi biasanya, jika sesuatu dokumen tersimpan di suatu tempat dimana ia memang sepatutnya disimpan, misalnya saja di arsip keluarga, atau di antara surat-surat sebuah kantor niaga atau kantor pengacara, atau di dalam rekaman-rekaman kantor pemerintah (tetapi bukannya hanya karena di dalam sebuah peroustakaan atau di dalam koleksi otograf seorang amatir).

Dokumen-dokumen yang cacat
Sebuah dokumen dalam keseluruhannya atau untuk sebagian besarnya merupakan hasil daripada suatu usaha sengaja untuk menipu, mungkin sering sukar menilainya taoi kadang-kadang tidak begitu menimbulkan kesukaran seperti sebuah dokumen yang tidak otentik hanya untuk sebagian kecil saja. Karena bagian-bagian seperti itu biasanya tidak disebababkan oleh pengasuhan dengan sengaja, melainkan merupakan akibat daripada kesalahan yang tidak disengaja. Dokumen- dokumen yang cacat karena :
 Sering dipalsukan
 Penggandaan terhadap dokumen asli
 Penurunan dokumen yang tidak hati-hati
 SEHINGGA, sejarawan HARUS melakukan Tes Keakuratan yang biasa dilakukan para ahli Filologi yang disebut dengan KRITIK TEKS

Restorasi Teks
Teknik ini ruwet tettapi dapat dilukiskan secara singkat. Tugas yang pertma adalah mengumpulkan sebanyak-banyaknya kopi daripada teks yang diragukan sejauh dapat dihasilkan oleh pencarian yang rajin. Apabila kopi terdekat dengan yang asli dalam setiap keluarga telah ditemukan, suatu perbandingan daripada semua kopi ayah itu biasanya akan menunjukkan dan bagian-bagian terdapat di dalam beberapa kopi, tetapi tidak dapat di dalam yang lain.
Dengan metode yang sama kita bahkan dapat menerpa isi, setidak-tidaknya sebagian dari isi sebuah manuskrip “ayah”, meskipun tidak terdapat suatu kopi lengkap darinya.
Cara dari restorasi teks adalah :
 Mengumpulkan sebanyak-banyaknya turunan-turunan teks yang dianggap meragukan.
 Membandingkan antar turunan satu sama lain
 Mengidentifikasi kesalahan yang mungkin ada
 Merumuskan hipotesis yang seakurat mungkin terhadap isi dari turunan-turunan teks tersebut

Ilmu Bantu Sejarah
 Genealogi
 Numismatik
 Ilmu heraldik
 Bibliografi
 Lexikografi
 Egyptologi
 Papirologi
 Assiriologi
 Kritik Injil
 Filologi
 Epigrafi klasik
 Paleografi
 Sfragistik/ sigillografi

Kronologi Sebagai Ilmu Bantu
Studi kronologi bagi sejarawan memudahkan pemecahan dari pada masalah pengukuran waktu. Ahli kronologi menerangkan berbagai tarikh, atau system penanggalan yang telah dipakai di berbagai tempat dan pada berbagai waktu dan memungkinkan kita untuk menterjemahkan penanggalan dari satu tarikh kepada yang lain. Kronologi Sebagai Ilmu Bantu digunakan untuk memudahkan pemecahan masalah pengukuran waktu. Dengan cara menerangkan sistem tarikh secara cermat

Penyimpangan diantara sumber-sumber
Pada penyimpangan diantara sumber-sumber banyak dijumpai pada Kopian atau turunan-turunan Dokumen atau manuskrip yang sama tapi tidak identik. Sejarawan HARUS mencoba selayaknya sebagai ahli filologi

Masalah arti sematik
Imperialis pada era 1885 mempunyai arti yang lebih baik daripada pada era 1950 an dan pada era sekarang kata demokrasi berubah artinya jika melihat pada daerah timur dan barat daripada sungai oder. Perubahan-perubahan arti semacam inilah akan mengalami salah pengertian yang mendalam mengenai perkembangan-perkembangan sejarah yang penting jika kita tidak menyadarinya. Masalah semantik meliputi penggunaan semua pengetahuan yang di miliki oleh para sejarawan mengenai periode dan saksi. Karena sering kali saksi-saksi terutama yang buta huruf tidak menggunakan kata-kata dalam kamus dan kombinasi yang dibenarkan oleh kamus.
Jika mengetahui bahwa wanita hunian merupakan kenyataan bagi beberapa orang, bahwa campur tangan dewata tidak kurang nyatanya bagi orang lain, bahwa iblis, tuyul dan peri mendiami pelbagai dunia, bahwa milik pribadi keramat untuk beberapa orang dan haram bagi orang lain, bahwa Tuhan menyelamatkan beberapa orang dengan kurnia dan orang lain dengan karya baik, bahwa mukjizat merupakan tanda daripada sifat gampang percaya bagi orang lain, dengan mengetahui pola-pola berfikir semacam itu baik yang kontradiktif maupun suplementer, sejarawan dari setiap periode dapat menangkap nuance-nuance yang juga tidak akan lepas dari perhatiannya. Tugas sejarawan adalah untuk mengerti bukan saja apa arti formil daripada kata-kata sesuatu dokumen melainkan juga apa yang oleh saksi dimaksudkan untuk di sampaikan.

Masalah arti hermeneutik
Apabila kita menjumpai bahasa yang meragu-ragukan, maka akan timbul suatu persoalan tambahan karena kedwiartian( ambiguity) yang mungkin bersifat sengaja ataupun tidak sengaja. Suatu misal apa yang dimaksudkan oleh orang yang menulis kepada seorang pengarang ?.
Masalah hermeneutik menjadi sangat kuat apabila dapat diduga bahwa ada maksud untuk dengan sengaja menutupi arti. Usaha dalam menyembunyikan arti secara sengaja tidak hanya menyangkut masalah kode dan tulisan rahasia serta bahaya memasukkan prasangka seseorang kedalam dokumen melainkan juga menyangkut ketrampilan tertentu dalam menyusun teka-teki/ puzzles dan tipuan kata /word-tricks.

Historical – mindedness
Masalah yang dekat dan berhubungan erat dengan persoalan semantik dan hermeneutik adalah masalah untuk mengerti perilaku pada latar belakang zamannya. Menilai masyarakat-masyarakat yang lebih awal dengan ukuran kode etik yang lebih maju mengharapkan pertimbangan yang seimbang dan tindakan yang normal dalam masa perang, revolusi atau pergolakan. Serta masalah adat, kebiasaan dan toleransi terhadap budaya daerah lain untuk menempatkan orang dan peristiwa pada latarbelakang sejarahnya sendiri, akan mengakibatkan kegagalan pula didalam usaha untuk mengerti dokumen-dokumen yang ditinggalkan dan hampir selalu mengakibatkan timbulnya pertimbangan yang salah mengenai personalitas dan mores daripada latarbelakang itu. Kemampuan untuk menempatkan diri di tempat individu lain dari jaman dan kemampuan untuk menafsirkan dokumen, peristiwa dan personalitas dengan pandangannya, ukurannya dan simpatinya ( tanpa harus mengorbankan ukuran-ukuran kita sendiri ) kadang- kadang disebut historical- mindedness.
Hal itu erat berhubungan dengan proses- proses yang oleh para ahli psikologi disebut empathi dan intuisi. Hal itu menuntut suatu usaha untuk mengendalikan dan mengoreksi suatu keterampilan lain, meskipun sama sifatnya dengan muda dapat bergerak ke arah yang berlawanan yakni kemampuan untuk menafsirkan masa lampau dalam rangka analogi dengan pengalaman kita. Meskipun pertanyaan-pertanyaan sejarawan mengenai periode yang lebih awal maupun yang ia pelajari adalah sedikit banyak cenderung untuk timbul dari masa kininya sendiri, yakni kerangka referensi, ukuran, institusi, situasi, tardisi dan aspirasinya sendiri, namun sebagai sejarawan ia mempunyai kewajiban untuk menjawabnya dari sudut situasi dan “ekologi” subyeknya. Historical-mindedness menuntut dari si penyelidik supaya menanggalkan personalitasnya sendiri dan sejauh mungkin mengambil personalitas subyeknya dalam usaha untuk mengerti bahasa, cita-cita, kepentingan, sikap, kebiasaan, motif, dorongan dan ciri. Hal itu mungkin sulit dilakukan dan sejarawan mungkin jarang sekali berhasil untuk melakukannya secara penuh, tetapi kewajiban itu jelas harus di penuhi jika ia berusaha untuk mengerti dan mempertimbangkan secara tidak memihak tindakan dan personalitas orang lain dan tidak semata-mata mengritiknya. Historical-mindedness kadang-kadang menuntut bahwa sejarawan dapat membela subyeknya secara lebih baik daripada yang mungkin dilakukan sebyek itu sendiri, tanpa harus mempercayainya. Ia harus memasukkan studi-studinya mengenai personalitas sesuatu daripada sifat mengerti, tetapi tidak selalu harus memaafkan, suatu kwalitas yang mungkin diberikan oleh seorang ahli psikiatri kepada studi mengenai seorang pasien. Hal itu termasuk pengertian yang sama dengan pengertian yang dikagumi oleh Acton didalam lukisan watak oleh George Eliot: “Each of them should say that she displayed him in his strength, that she gave rational from to motives he had imperfecty analyzed. That she laid bare features in his character he had never realized.”) jika Morris R Cohen benar maka “To widen our horizon, to make us see other points of view that those to which we are accustomed, is the greatest service that can be rendered by the historian, and this he can do best by concentrating on the special field which he studies to understand”.)

Identifikasi daripada pengarang dan daripada tanggal
Yang jelas merupakan esensiil daripada kritik extern, adalah penerkaan mangenai tanggal kira-kira daripada dokumen dan suatu identifikasi daripada yang menurut dugaan adalah pengarangnya (atau paling tidak, suatu rabaan mengenai lokasinya dalam waktu dan dalam ruang, serta mengenai kebiasaan, sikap, watak, pendidikan, kenalan pengarang dsb.). Jika tidak, maka adalah tidak mungkin untuk membuktikan atau menyangkal otentisitas dengan menunjukan anakronisme, tulisantangan, langgam, alibi, atau ujian-ujian lain yang menyangkut lingkungan, personalitas dan kegiatan-kegiatan sipengarang. Tetapi pengetahuan atau perkiraan yang sama juga perlu bagi kritik interm dan karena itu masalah identifikasi pengarang akan dimasukkan kedalam bab berikutnya.
Setelah menetapkan sebuah teks otentik dan menemukan apa yang sungguh-sungguh hendak dikatakan oleh pengarang, maka sejarawan baru menetapkan apa yang menjadi kesaksian saksi. Ia masih harus menetapkan apakah kesaksian itu kredibel, dan jika memang demikian, sejauh mana. Itu merupakan masalah kritik intern.

Komentar :
Dalam presentasi bab VI ini, kelompok ini sudah menyajikan yang sangat penting bagi kita semua, akan tetapi pada presentassi kemarin masih banyak anak yang ramai sendiri dan juga tidak memperhaikan, presentator kurang kreatif dalam penyampaiannya. Contohnya pada slide 1 tidak di jelaaskan kenapa semua dokumen itu otentik dan tidak semuanya menjadi dokumen sejarah, sehingga masih ada yang bertanya tentang hal ini.